Dimulai saat 5 orang teman
sejawat di perkuliahan Desain
Komunikasi Visual merasakan passion dan merasa
memiliki permasalahan serupa, yaitu keinginan berkarya yang meluap,
tetapi suka awur-awuran atau
sembarangan ketika menaruh barang. Kemudian
tercetuslah ide spontan untuk membuat dan merancang
barang yang paparantieun.
Di awal, masing-masing
dari kita belum mengetahui dan
menetukan produk apa yang akan dirancang, namun ada hal yang inline dalam referensi kita terhadap
kebutuhan akan kerapihan. Hari-hari berikutnya, kita
memulai dari wacana untuk menyamakan persepsi brand ini. Pilihannya ada
beberapa, antara jiwa clothing yang
kekinian mengikuti trend yang sedang hip sekarang, atau atas dasar
desain yang sederhana namun fungsional tanpa perlu embel-embel kekinian.
Lalu terbesitlah nama “Oruki”,
yang tercetuskan setelah kami
hunting di kawasan
“maha-material” (kami menyebutkan demikian karena semua brand berbahan dasar
garmen dan produk kreatif fashion memperoleh
bahan bakunya dari sini) yaitu daerah Pasar Baru (Otista), Cibadak dan sekitarnya. Mungkin nama Oruki ini sendiri terinspirasi dari
distro di bilangan Parahyangan yang kami lewati, dan tak sengaja kami menyerap khazanah
brand yang terdengar gaul dan distro banget.
Lima varian otak Desain Komunikasi Visual dengan minat yang berbeda-beda
bertemu dalam satu project wirausaha,
dimana mereka diharuskan untuk memutuskan secara bersama mengenai sebuah brand, dan produk. Mata kuliah ini
berlangsung pada semester 7, dengan
pembimbing yang telah lama berpengalaman di dunia kewirausahaan dengan brand nya masing-masing dan cukup dikenal juga. Lima orang tersebut adalah
Kresna Akhmadi, Aulia Akbar, Inchan Pratiwi, Kalika Nova, dan Nadya Ratu;
kelima orang yang sangat jarang dipertemukan dalam satu kelompok utuh dalam
perkuliahan-perkuliahan sebelumnya.
Dalam perkuliahan sehari-hari
mereka mempunyai latar belakang yang berbeda, seperti Kresna yang memilih
jurusan Multimedia, Aulia (akrab dipanggil Beshot) memilih Desain Grafis, atau
Inchan, Nadya dan Kalika yang memilih jurusan konsentrasi periklanan. Tentu saja masing-masing
dari mereka semua mempunyai pola pikir yang berbeda-beda, dilihat dari jurusan
yang mereka ambil, namun dalam satu wadah project
wirausaha ini mereka berlima mencoba menyelaraskan satu ide bersama yang akan
diangkat menjadi sebuah ide besar yang
diwujudkan menjadi beberapa varian produk.
Tim ini akhirnya berencana untuk hang out untuk mencari ide sambil lebih
mengenal satu sama lain, dengan cara itulah mereka sebagai desainer bisa mendapatkan
insight dari masing-masing personalitas
yang berujung dengan satu permasalahan yang tak kunjung belum ada
penyelesaiannya—messy desk. Apa yang didiskusikan
mengenai hal yang berantakan, mulai dari hati yang berantakan sampai
barang-barang tentunya memulai proses dimana masalah ditemukan. Seiring
berjalannya waktu masing-masing merancang produk dengan berbahan dasar kanvas
dan kayu.
Mengapa kanvas dan kayu?
Dua material dengan substansi
yang berbeda mereka coba persatukan, agar mendapat kontras yang harmoni, kanvas
memiliki karakterisitik yang baik dan kuat untuk dilebur dengan kayu yang
memiliki sifat keras namun hangat. Membangun sebuah brand dengan dasar filosofi
kesederhanaan dan fungsional identik serta tidak terlepas dari kerangka
pemikiran Jepang. Yang bisa menikmati pekerjaan berat, lalu bersantai sejenak
dalam kehidupan yang Zen (kerapihan hidup yang sangat keramat), lalu terbesit kemudian nama dari
produk ini secara insidental, dua elemen yang juga ditempa menciptakan frasa
julukan dan suku kata. ORU adalah melipat, dan KI adalah kayu.
Saatnya menceritakan bagaimana
satu persatu produk ini diciptakan.
Dengan berkelana melakukan riset tiap bahan dasar kayu dan kanvas, mulai dari
toko Tidar (mencari kayu balsa) sampai ke Tamim (untuk misi pencarian kanvas). Pencarian bahan
tidak cukup rumit, namun mencari tukang jahit yang sesuai, itu yang sangat sulit. Agar waktunya
efektif, kami pun membagi-bagi tugas. Bagian produksi dan riset tukang jahit,
dikerjakan oleh Kalika dan Nadya. Branding Oruki itu sendiri dikerjakan Kresna
dan Besot. Sementara itu, Inchan mengurus sosial media agar produk kami dapat
dikenal lebih luas oleh khalayak.
Kanvas dan kayu sudah ditangan,
sampai pada akhirnya kami mendapatkan beberapa penjahit yang mampu membuat beberapa
varian produk kami. Namun, dengan berbagai hambatan, rintangan dan terkadang
kekecewaan kami terhadap penjahit tersebut, toh semuanya berjalan lancar. Kami pun cukup berbangga hati ketika Oruki
bisa dipamerkan di sebuah acara wirausaha.
Nama sebuah brand atau yang biasa kita sebut merk adalah identitas yang akan
membawa brand tersebut kepada
masyarakat serta khalayak yang menginginkannya. Bukannya ingin sok’ Jepang, tapi terinspirasi dari
dasar pemikiran serta gaya pembawaan saja, juga didukung dengan tone and manner yang cenderung minimalis.
Tetap, produk ini hakekatnya
adalah milik kita, milik kami, dengan
bahan dasar asli Indonesia (kecuali bahan kanvas yang kami cari sedang
mengalami kekosongan, kembali kita memakai Japan Drill.)
Selain
mendapatkan bekal untuk menghadapi dunia kerja nanti, kami pun belajar
bagaimana merintis sebuah usaha.
Karena menurut kami bekerja di salah satu perusahaan desain/advertising saja
sepertinya masih kurang. Dengan merintis sebuah usaha kecil-kecilan, namun
dengan tekad yang kuat, kami bermimpi Oruki akan terus berkembang dan menjadi
inspirasi para wirausahawan kelak.
Facebook: ORUKI
Twitter: ORUKI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar